Renungan akan tanda

Langit, Aku tahu dari atas sana kau melihat diriku dengan segala emosi yang kau punya. Hujan ibarat  tangismu, kemarau ibarat amarahmu, dan pelangi ibarat tanda cintamu. Itu hanyalah tanda. Aku membaca tanda itu dari pikiranku bukan emosimu. Hah, betapa bodohnya seseorang yang tak peka dengan tanda. Aku masih teringat saat masih banyak orang dengan beragam warna mengelilingi diriku. Kini, aku baru tersadar kau-lah yang telah mengirimkan
tanda itu agar aku mengenal. Terkadang, jalan pikiranku mendadak buntu saat aku mencoba menafsirkan tanda yang kau berikan. Kenapa kau kirimkan badai?, kenapa kau kirim hujan?, apa yang menyebabkan dia mengirim kemarau?. Saat ini aku mengenal semua ini sebatas tanda. Namun, aku terkadang hanya bisa tertegun malu.

Bisakah kau kirimkan seseorang yang membantuku menafsirkan tanda yang kau kirimkan?. Bisakah kau kirimkan saudara layaknya Musa diutus Tuhannya yaitu Harun sebagai saudaranya?. Untuk saat ini aku hanyalah sang penerima tanda, hanya itu. Hah, aku tak akan sanggup jika berdialog selain dengan langit.

Jujur saja, saat kau mengirim tanda, aku merasa gelisah. Aku layaknya seorang siswa SMP yang lagi Ujian semester. Ia yang mencoba menyelesaikan semua soal semampunya. Namun, ketika melihat sekelilingnya berlaku curang ia pasti  merasa risau dan depresi. Adilkah baginya begitu?.

Comments