Nenek: Malungun Au.. heush..heush..



Gemuruh hujan dan petir seakan memperdalam kelabu didalam hatiku. Saat aku menelpon keluargaku dikampung, aku mendengar tangisan nenekku yang tengah sakit.Ya, neneku sudah lama sakit lumpuh tak bisa menggerakan tubuhnya sebelah kanan. Awalnya aku menelpon mamakku hanya ingin sekedar menyapa mereka dikampung, dan aku sudah terbiasa melakukan itu. Namun, kali ini telponku diterima oleh kakaku, alumnus dari kampus yang sama dengan tempat kuliahku sekarang.
“Halo, Asalamualaikum Suf..” sahutnya di telepon.
“Walaikum salam ini kak Ana? Mamak mana?”.  
“ Ia ini aku lagi dirumah nenek, mamak lagi keluar..”.
 “oh ya, gimana kabar mamak  sama nenek disana?” tanyaku. Aku tak pernah lupa menanyakan kabar  kedua wanita tangguh itu setiap saat aku menelpon ke kampung.
“Sehat semuanya. Mamak sehat, nenek masih gini-gini aja.. tapi makin kuat nenek makan ..”
“Ia, aku juga sehat disini”
Semilir aku mendengar suara dibelakang suara kakakku, “Malungun au... heush.. heush..”
Aku tahu persis suara siapa itu, itu suara neneku. Hatiku seperti teriris sembilu mendengar suara desah kerinduan cucunya. Aku merasa bersalah dan teringat betapa tangguhnya dia menyanyangi diriku dari kecil hingga SMA.
“Udah sehat nenek kan?” tanyaku bermaksud menghibur. Tapi percuma, neneku hanya bisa menangis dan tertawa semaunya. Namun, lebih sering menangis saat bertelepon atau bertemu langsung dengan orang telah lama tak berjumpa dengan dirinya.
“Heush.. heush.. sehat do ho Yusuf..? heush.. heush..” tanyanya dengan suara yang samar.
“Sehatnya aku disini nek. Jangan lah nangis nanti gak cantik lagi nenek.. hehe” candaku sekedar mencairkan suasana.
Sudah berbicara ditelepon selama 5 menit, akupun mengakhiri percakapan di telepon itu. Namun, masih terasa kerinduan dan kesedihan dari telepon itu.

Comments