Di Indonesia telah menjamur media yang terlahir hingga
saat ini. Semenjak tumbangnya rejim Orde
Baru, seakan membuka “keran” kebebasan masyarakat yang telah lama terbendung
berpuluh-puluh tahun lamanya. Selama
kedua rejim berkuasa yaitu Orde Lama dan
Baru, media seakan diambil kebebasannya. Namun, di Era Reformasi “Keran”
kebebasan pers yang lebih demokratis terbuka selebar-lebarnya. Lantas, media
masa saat itu mulai meraih kebebasannya didunia pers. Media tak takut lagi
dengan ancaman “pembredelan” dari sang penguasa. Namun, kebebasan masih
diatur oleh kode etik jurnalistik.
Pada dewasa ini, media Indonesia cendrung
memiliki perkembangan yang demikian pesatnya. Dimulai dari media cetak yang sudah
ditransformasikan menjadi Koran Elektronik (E-Paper)
berbasis online, yang di contohkan oleh Detik.com. Di media elektronik
Televisi, dan Radio yang memiliki siaran yang Live Streaming di masing-masing website mereka sendiri. Dan
munculnya situs portal berita online
yang bisa diakses dengan mudah di gadget
mereka sendiri. Dengan perkembangan yang begitu fantasticnya, diperlukan adanya pengontrol media yang menjamur ini untuk menekankan
tugas mereka, para pekerja media sebagai seorang jurnalis.
Banyak alasan kenapa diperlukan para Stackholder harus fokus untuk mengontrol
media informasi yang ada di negeri ini. Terutama Komisi Penyiaran Indonesia
(KPI), memiliki andil besar untuk mengontrol penyiaran di Indonesia. Dalam
pembagian komposisi penyiaran di Indonesia telah dirumuskan untuk membagi
penyiaran sesuai komposisi yang telah ditetapkan. Sebagai salah satu yang
dominan dalam penggiringan opini publik di Indonesia. Didalam Pasal 1 Kode Etik
Jurnalis, para pekerja media bertanggungjawab untuk membuat pemberitaan yang
akurat, berimbang, professional dan bersifat Independen. Dalam mewujudkan pemberitaan yang sesuai
dengan tuntutan Pasal tersebut, para pekerja media (Wartawan) yang profesional
tidak menerima suap, menunjukan identitas, menghormati privasi narasumber dan
mengahsilkan berita yang faktual.
Para awak media (Wartawan) juga manusia
yang tak terlepas dari kesalahan. Dalam
hal ini, Pasal 11 Kode Etik Jurnalis sudah mengatur tata cara pengoreksian yang
proporsional yaitu dengan hak jawab, hak koreksi. Jika seseorang atau
sekelompok orang merasa dirugikan dengan pemberitaan yang diterbitkan suatu
media, Media memiliki hak sanggahan untuk menyanggah berita itu dan meminta
untuk mengoreksi. Media berkewajiban
untuk memberikan klarifikasi terkait pemberitaan tersebut jika terbukti benar. Yang kita
harapkan adalah semoga media di Indonesia semakin berkembang dan bermanfaat
bagi kehidupan kita dalam masyarakat berbangsa dan bertanah air.
Comments
Post a Comment